Definisi nyeri
Nyeri
adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan. (Potter & Perry, 2005).
Definisi lain nyeri adalah pengalaman subjektif, sangat pribadi
dipengaruhi oleh pendidikan, budaya, makna situasi dan kognitif (
menurut Bonica dan Melzack, 1987).
b. Fisiologi nyeri
Menurut
Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses
penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut
konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik.
Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan
impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak.
Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon
perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon
terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus
pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang
terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi
p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung
syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut
Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat
dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir
disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat
interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden.
Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.
Agar
nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri
yang terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi
neuron dalam kornu dorsali yang
ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang
menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden.
Seringkali area indisebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah
membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan
jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan
ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup
gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang
untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer &
Bare, 2002).
Teori
gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi lain dan stimulasi serabut yang mengirim
sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit
gerbang penghambat. Sel-sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula
spinalis mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri (Wall,
1978 dikutip dari Smeltzer & Bare, 2002).
c. Klasifikasi nyeri
Nyeri
dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya
datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan
sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner
& Suddarth, 1996).
Berger
(1992) menyatakan bahwa nyeri akut merupakan mekanisme pertahanan yang
berlangsung kurang dari enam bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan
denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer,
tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.
Nyeri
kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu
periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang
ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996
dikutip dari Smeltzer 2001).
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tum
pul,
diikuti berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara
perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat
perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan
kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.
d. Cara mengatasi nyeri
Banyak
aktivitas keperawatan nonfarmakologis dan noninvasif yang dapat
membantu menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis
biasanya mempunyai risiko yang sangat rendah. Tindakan nonfarmakologis
bukan merupakan pengganti obat-obatan, tindakan tersebut mungkin
diperlukan, atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik atau menit.
1) Stimulasi dan masase kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan
pada punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi
reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor
nyeri, tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden.
Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi
otot. Teori gate control
telah menjelaskan, bertujuan untuk menstimulasi serabut-serabut yang
menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan transmisi
impuls nyeri.
2) Terapi es (dingin) dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera
segera setelah terjadi cedera, (Cohen, 1989 dalam Suddart dan Brunner,
1997). Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah
ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan. Namun penggunaan panas kering dengan lampu
pemanas tidak seefektif penggunaan es. Diduga es dan panas bekerja
dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam bidang
reseptor yang sama seperti pada cedera.
3) Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve stimulation (TENS)
Tens menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar
atau mendengung pada area nyeri. Tens digunakan baik pada menghilangkan
nyeri akut dan kronik.
Tens diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak
nyeri (non nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang
mentransmisi nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate control
4) Distraks i
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada
nyeri, misalnya dengan cara kunjungan dari keluarga dan teman-teman
pasien. Melihat film layar lebar dengan suara surround. Tidak semua
pasien mencapai peredaan nyeri melalui distraksi. Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden,
yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke
otak.
5) Tehnik relaksasi
Tehnik relaksasi terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat,
berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan
dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung
dalam hati dan lambat bersama setiap ekshalasi dan inhalasi. Relaksasi
otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri.
6) Imajinasi terbimbing
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara
khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Imajinasi terbimbing
menyebabkan relaksasi otot dan pikiran dimana efeknya hampir sama dengan
penggunaan tehnik relaksasi dengan metode yang berbeda.
7) Hipnosis
Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri terutama
dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana kerjanya hiposis tidak jelas
tetapi tidak jelas tetapi tidak tampak diperantaraioleh sistem endorfin
(Moret et.all, 1991 dalam Suddart and Brunner, 1997).
e. Cara mengkaji nyeri
Perawat
harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan
pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali
sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta
digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1.Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan.
Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien
dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika
pengkajian.
2.Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik.
Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang
karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat
menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
3.Karakteristik nyeri
- Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering
nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
- Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar.
- Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan.
Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala
ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai
dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala
numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan
adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang
diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala
dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih
besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang
lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa
ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak
pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa
diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar
yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang
menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa
nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat
ketakutan (nyeri yang sangat).
Contoh gambar skala nyeri:
- Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien
mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri.
Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu
menggambarkan nyeri yang dirasakan.
- Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan
nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa
menimbulkan nyeri.
- Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan
kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk
mengurangi nyeri.
- Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah,
keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas
penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.
4. Efek nyeri pada klien
Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah
gaya hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji
hal-hal berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:
a. Tanda dan gejala fisik
Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang dirasakan klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.
b. Efek tingkah laku
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan
interaksi sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital
dari pengkajian, perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha
memahami klien. Tidak semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang
dirasakan, untuk hal yang seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku
klien yang mengindikasikan nyeri.
c. Efek pada ADL
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin
dalam aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana
kemampuan dan proses penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan
diri. Penting juga untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial
klien.
5. Status neurologis
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap
faktor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri yang
normal akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang nyeri.
Penting bagi perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena
klien yang mengalami gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri.
Tindakan preventif perlu dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis
yang mudah mengalami cidera.
f. Pengukuran intensitas nyeri
Menurut Perry dan Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau
tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan
tanda dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan
berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta
untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan,
nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut
berbeda. Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala
nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran
skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi
juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien.
Ada tiga cara mengkaji intensitas nyeri yang biasa digunakan antara lain :
1. skala intensitas nyeri deskriptif
- 0 : tidak nyeri
- 1-3 : nyeri ringan
- 4-6 : nyeri sedang
- 7-9 : nyeri berat terkontrol
- 10 : nyeri berat tidak terkontrol
2. Skala identitas nyeri numeric
- 0 : tidak nyeri
- 1-9 : nyeri sedang
- 10 : nyeri hebat
3. Skala analog visual
Tidak nyeri nyeri sangat hebat
4. Skala nyeri menurut bourbanis
- 0 : tidak nyeri
- 1-3 : nyeri ringan
- 4-6 : nyeri sedang
- 7-9 : nyeri berat terkontrol
- 10 : nyeri berat tak terkontrol.
Intensitas
nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk menentukan
derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri yang dirasakan
dengan menggunakan skala numerik 0-10 atau skala yang serupa lainnya
yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. Cara mengkaji
nyeri yang digunakan adalah 0-10 angka skala intensitas nyeri.
Intensitas nyeri dibedakan menjadi empat dengan menggunakan skala
numerik yaitu :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6
: Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9
: Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat
diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.