Monday, April 28, 2025

LAPORAN PENDAHULUAN STEMI

 

LAPORAN PENDAHULUAN

ST Elevation Myocardial Infarction STEMI

A.    Definisi Stemi

 

ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan kondisi yang terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat dari oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya sehingga mengakibatkan kematian sel miosit (serabut otot) jantung karena iskemia yang berkepanjangan (Andini & Trihartanto, 2019). Secara garis besar STEMI terjadi disebabkan oleh arteri koroner yang mengalami aterosklerotik atau penyebab lain yang dapat membuat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen di miokard (Agustina et al., 2023).

Infark miokard akut (IMA) dengan elevasi segmen ST (ST Elevasi Miokard Infark) merupakan indikator medis sebuah kejadian dari oklusi (sumbatan) total pembuluh darah arteri koroner. Diagnosis STEMI dapat ditegakkan apabila terdapat keluhan angina pektoris akut disertai dengan adanya elevasi segmen ST yang persisten di dua sandapan yang bersebelahan pada hasil rekaman EKG.

Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Black & Hawks, 2014).

IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu STelevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Black & Hawks, 2014).


 

 

B.    TANDA DAN GEJALA

 

Tanda dan gejala yang dirasakan pada pasien stemi (Black & Hawks, 2014) yakni :

1.   Nyeri

a.      Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terusmenerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.

b.     Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.

c.      Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).

d.     Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.

e.      Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.

f.      Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.

g.     Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.

2.   Ekstremitas yang teraba dingin, perspirasi, rasa cemas, dan gelisah akibat pelepasan katekolamin.

3.   Tekanan darah dan denyut nadi pada mulanya meninggi sebagai akibat aktivasi system saraf simpatik. Jika curah jantung berkurang, tekanan darah mungkin turun. Bradikardia dapat disertai gangguan hantaran, khususnya pada kerusakan yang mengenai dinding inferior ventrikel kiri.

4.   Keletihan dan rasa lemah akibat penurunan perfusi darah ke otot rangka.

5.   Nausea dan vomitus akibat stimulasi yang bersifat refleks pada pusat muntah oleh serabut saraf nyeri atau akibat refleks vasovagal.

6.   Sesak napas dan bunyi krekels yang mencerminkan gagal jantung.

7.   Suhu tubuh yang rendah selama beberapa harisetelah serangan infark miokard akut akibat respon inflamasi.

8.   Distensi vena jugularis yang mencerminkan disfungsi ventrikel kangan dan kongesti paru.

9.   Bunyi jantung S3 dan S4 yang mencerminkan disfungsi ventrikel.

 

C.    ETIOLOGI

Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas 4 fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah menurut Smeltzer & Bare (2011) yakni :

1.   Faktor yang tidak dapat dirubah:

a.   Usia

Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat.

b.   Jenis kelamin

Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen.

c.   Ras

Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis dari pada orang kulit putih.

 

 

d.   Riwayat keluarga

Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.

2.   Faktor resiko yang dapat dirubah :

a.      Hiperlipidemia

Merupakan peningkatan kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat 5 terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.

b.     Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke.

c.      Merokok

Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial.

d.     Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus.

e.      Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

D.    PATOFISIOLOGI

Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang bersentuhan langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar, sehingga zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan plaque yang semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin banyak plaque yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plaque aterosklerosis mengalami fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis sehingga mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Pada lokasi ruptur plaque, berbagai agonis (kolagen, ADP epinefrin dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktifitas trombosit juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi faktor VII dan X sehingga menkonversi protombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi akan menyebabkan oklusi oleh trombus sehinga menyebabkan aliran darah berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI (Darliana, 2010) (Black & Hawk, 2005 & Alwi, 2006).


 

 

E.    PATHWAY

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk penderita STEMI (Smeltzer & Bare, 2011) :

 

1.   Elektrokardiogram

EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung. Lokasi dan ukuran relative infark juga dapat ditentukan dengan EKG (Smeltzer & Bare, 2011). Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard non-Q. Jika obstruksi tidak bersifat total, obstruksi bersifat sementara, atau ditemukan banyak.

2.   Angiografi coroner

Angiografi coroner adalah pemeriksaan diagnostic invasif yang dilakukan untuk mengamati pembuluh darah jantung dengan menggunakan teknologi pencitraan sinar-X. angiografi coroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK.

3.   Foto Polos Dada Tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.

4.   Pemeriksaan Laboratorium ·

a.   Creatinin Kinase-MB (CK-MB) : meningkat setelah 2-4 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-20 jam dan kembali normal dalam 2-3 hari.

b.   Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-6 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-24 jam dan kembali normal dalam 3-5 hari

 

G.   PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dibutuhkan pada pasien dengan Stemi (Smeltzer & Bare, 2011):

1.   Pre Hospital Tatalaksana pra-rumah sakit.

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana praRS pada pasien yang dicurigai STEMI:

·       Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

·       Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi

·       Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih

·       Terapi REPERFUSI

Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

2.   Hospital

·       Aktivitas

Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.

·       Diet

Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ± 300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi rendah natrium.

·       Bowel

Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien mengalami konstipasi c) Farmakoterapi

·       Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain 12 mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik.

 

H.   KOMPLIKASI

Komplikasi yang muncul akibat dari STEMI menurut Smeltzer & Bare (2011) :

1.   Disfungsi ventrikel

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark

2.   Gagal pemompaan (pump failure)

Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung 8 S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

3.   Aritmia

Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.

4.   Gagal jantung kongestif

Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.

 

5.   Syok kardiogenik

Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.

6.   Edema paru akut

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.

7.   Disfungsi otot papilaris

Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

8.   Defek septum ventrikel

Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.

9.   Rupture jantung

Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.

10.     Aneurisma ventrikel

Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

11.     Tromboembolisme

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.

12.     Perikarditis

Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.

 

I.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STEMI

1.     Pengkajian

a.     Identitas pasien

Berisikan nama lengkap pasien, usia pasien, jenis kelamin pasien, suku/bangsa pasien, agama pasien, pekerjaan pasien, pendidikan pasien, alamat pasien, dan diagnosa medis.

b.     Identitas penanggung jawab

Berisikan nama lengkap penanggung jawab, usia penanggung jawab, jenis kelamin penanggung jawab, suku/bangsa penanggung jawab, agama penanggung jawab,  pekerjaan   penanggung jawab, pendidikan penanggung jawab, alamat penanggung jawab, dan status hubungan penanggung jawab dengan pasien.

c.      Riwayat penyakit

1.     Riwayat Sebelum Sakit

1)     Penyakit berat yang penah diderita : Pada umumnya pasien mengatakan keluhannya yang diderita sebelumnya dan gejalanya hampir sama dengan yang dirasakan sekarang.

2)     Obat-obat yang biasa dikonsumsi : Pada umumnya jika pasien pernah dirawat dengan gejala serupa akan diberikan obat-obatan untuk sesak, batuk atau lainnya. Atau dapat berisikan obat-obatan yang dikonsumsi beberapa hari terakhir.

3)     Kebiasaan berobat : Berisikan kebiasaan pasien untuk berobat baik di klinik, puskesmas atau rumah sakit

4)     Alergi : Berisikan alergi yang dimiliki pasien baik obat-obatan ataupun makanan yang memungkinkan nantinya dapat memperburuk keadaan pasien

5)     Kebiasaan merokok/alkohol : Berisikan riwayat pasien apakah pasien merupakan perokok aktif/pasif atau mengonsumsi alkohol, dan jika pasien merupakan perokok aktif berapa jumlah rokok  yang dapat dihabiskan dalam sehari, lalu sejak kapan menjadi perokok/ mengonsumsi alkohol. Apakah saat sakit ini pasien tetap meroko, mengurang, atau berhenti.

2.      Riwayat Penyakit Sekarang

1)     Keluhan utama : Umumnya keluhan yang dirasakan pasien adalah sesak nafas, susah nafas, atau dada terasa berat.

2)     Riwayat keluhan utama : Berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut.

3)     Upaya yang telah dilakukan : Berisakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pasien secara mandiri atau keluarga untuk mengurangi keluhan yang dirasakan, bentuk upaya yang dilakukan dan jika upaya yang dilakukan bersifat tindakan medis apakah tidakan tersebut dilakukan oleh tenaga professional.

4)     Terapi/operasi yang pernah dilakukan : Berisikan terapi seperti medis atau nonmedis dan juga tindakan operasi yang mungkin  pernah dilakukan.

3.     Riwatar Kesehatan Keluarga

Berisikan riwayat kesehatan keluarga seperti orang tua, saudara, dan lainnya apakah terdapat keluarga yang memiliki keluhan, riwayat kesehatan, atau kasus yang sama dengan pasien saat ini.

Genogram : Berisikan gambaran genogram keluarga pasien beserta keterangannya  pada 3 generasi.

4.     Riwayat Kesehatan Lingkungan

Berisikan keadaan lingkungan disekitar pasien baik rumah, tempat pekerjaa, kamar, dan lain-lain. Apakah terdapat keadaan lingkungan yang menjadi faktor pencetus, faktor pemberat keadaan pasien saat ini.

5.     Riwayat Kesehatan Lainnya:

Berisikan riwayat kesehatan pasien lainnya seperti pasien pernah mengalami masalah kesehatan lain yang mungkin dapat berkaitan dengan masalah saat atau mungkin tidak berkaitan atau tidak berpengaruh dengan masalah yang dialami/yang dirasakan pasien saat ini. Contoh pasien memili riwayat penyakit diabete, jantung, typus, atau lainnya. Dan juga ditanyakan apakah pasien menggunakan alat bantu kesehatan seperti kacamata, gigi palsu, alat bantu pendengaran, atau lainnya.

d.     Observasi dan pemeriksaan fisik

1.     Keadaan umum : Berisikan keadaan umum pasien saat masuk rumah sakit atau saat berada diruangan rawat inap. Dengan alat pengukuran Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi mata, kesadaran, dan verbal. Keadaan umum juga berisikan keadaan secara umum seperti apakah pasien coma, apatis, composmmetis, somnolent, spoor, atau gelisah.

2.     Tanda-tanda vital, TB dan BB: Berisikan hasil pemeriksaan observasi tanda-tanda vital seperti berapa tekanan darah (TD) dalam mmHg, nadi (N) dalam kali/menit, suhu (S) dalam derajat celcius, respirator rate (RR) kali/menit, berat badan (BB) dalam Kilogram (Kg), dan tinggi  badan (TB) dalam centimeter (Cm).

3.     Body Systems:

1)     Pernapasan (B1: Breathing)

Berisikan keadaan umum organ pernafasan yaitu hidung apakah terdapat sumbatan,  perlukaan atau lainnya yang dapat menganggu jalan nafas pasien. Kondisi pernafasan  pasien apakah nyeri, dyspnea (sesak nafas), orthopnea (sulit nafas saat tidur), cyanosis (kebiru-biruan pada kulit), batuk darah, nafas dangkal, apakah ada retraksi dada, apakah ada sputum, apakah terdapat tracheostomy, atau apakah pasien menggunakan respirator (alat bantu nafas). Lalu apakah pasien memiliki sura nafas tambahan seperti wheezing, ronchi, rales, crackles dan lokasinya berada dimana.

Inspeksi bagian dada apakah simetris, apakah ada perlukaan, dan keadaan lainnya disekitar dada.

2)     Cardiovaskuler (B2: Bleeding)

Berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien terutama yang berkaitan dengan  blleding seperti nyeri dada, pusing, kram kaki, palpitasi lpitasi (berdegup kencang), clubbing (berdegup kencang), clubbing finger (kelainan pada kuku), keadaan pada suara jantung apakah normal atau apakah terdapat kelainan, apakah terdapat edema disekitar lokasi jantung, palpebral, anasarka, ekstremitas atas, ekstemitas bawah, ascites, tidak ada, atau lainnya.

3)       Persyarafan (B3: Brain) Berisi keadaan pasien saat ini Berisi keadaan pasien saat ini keadaan secara umum seperti apakah pasien coma, apatis, composmmetis, somnolent, spoor, atau gelisah. Bagaimana hasil Glasgow  Coma Scale (GCS) yang meliputi mata, kesadaran, dan verbal. Lakukan inspeksi dan  palpasi di area kepala dan wajah, bagaiman keadaan mata, konjungtiva, pupil, leher, reflek sensori (pendengaran, penciuman, pengecapan, penglihatan, dan peraba).

4)     Perkemihan-Eliminasi Uri (B4 si Uri (B4: Bladd : Bladder) Berisikan data produksi kan data produksi output cairan dalam mililiter (ml), berapa frekuensinya, keadaan warna, bau. Apakah urin oliurgi, poliurgi, dysuri, hematuri, nocturi, apakah  pasien merasa nyeri saat kencing, apakah pasien menggunakan, kateter, apakah urin keluar hanya menetes, apakah saat kencing terasa panas, apakah inkotinen, sering, retensim cystotomi, atau tidak ada masalah.

5)     Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel) Berisi keadaan organ pencernaan mulai dari mulut, tenggorokan, bagian abdomen, dan rectum. Apakah pasien mengalami masalah pencernaan seperti diare, konstipasi, feses darah, tidak terasa, melena, wasir, apakah pasien menggunakan colostomi, menggunakan pencahar, penggunaan alat bantu, atau keadaan sulit BAB. konsistensi dan frekuensi BAB, dan apakah terdapat diet khusus sesuai anjuran dokter.

4.     Tulang Otot Integumen (B6: Bone)

Berisi keadaan tulang, otot, dan kulit pasien secara umum. Kemampuan  pergerakan  pergerakan sendi apakah bebas, terbatas, apakah ada parese, paralise lainnya. Keadaan ekstermitas atas dan bawah (kelainan, peradangan, fraktur, perlukaan, dan lokasi), keadaan tulang belakang, keadaan kulit (warna, akral, dan turgol).

5.     Sistem Endokrin

Berisikan terapi hormon yang mungkin pernah dilakukan pasien sebelumnya atau sedang dilakukan, dan riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik.

6.     Sistem Reproduksi

Berisikan bentuk alat reproduksi, keadaan. Dan pada pasien perempuan ditambah data mengenai siklus haid, dan payudara.

7.     Pola Aktivitas : di rumah dan Dirumah sakit

Berisikan perbandingan pola aktivitas pasien saat dirumah dengan di rumah sakit meliputi pola makan, minum, dan kebersihan diri. Baik frekuensi atau kegiatan dilakukan secara mandiri, bantuan sebagian, dan bantuan total.

8.     Istirahat dan aktivitas:

Pola istirahat dan aktivitas keseharian pasien saat pasien dirumah dengan dirumah sakit  baik frekuensi lama/durasi, masalah, dan tingkat ketergantungan.

e.      Psikososial Spritual

Meliputi keadaan sosial interksi pasien, dukungan keluarga, dukungan teman/kelompok, reaksi saat interaksi, dan konfrik yang mungkin muncul. Bentuk  spiritual seperti konsep ketuhanan, sumber harapan, ritual/ibadah yang dilakukan, sarana spiritual yang diraharapkan saat ini, adakah upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan dalam beragama, keyakinan ketuhanan, keyakinan kesembuhan, dan presepsi mengenai penyakit.

f.      Pemeriksaan penunjang

Berisikan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis seperti Laboratorium (uji lab darah lengkap atau sputum), tindakan rontogen (X-Ray, USG, CT-Scan).

g.     Terapi

Berisikan daftar terapi pemberian obat dan tindakan yang akan diberikan kepada  pasien sesuai anjuran dokter setelah hasil pengkajian.

2.     DIAGNOSA

a.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

b.     Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dan infark miokard

c.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan irama jantung strokevolume, preload dan afterload, kontraksi jantung.

d.     Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

 

 

3.     INTERVENSI KEPERAWATAN

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Agustina, D., Septiawan, T., Masnina, R., Diana, E. R., & Riyadi, A. (2023). Efektivitas Terapi Oksigen Terhadap Penyelamatan Miokard Pada Pasien Infark Miokard Dengan Elevasi St: Literatur Review. 15(2015), 287–292.

Amalia, R. (2021). Asuhan keperawatan CVCU T. S dengan diagnosa stemi anterior ekstensif. Keperawatan, 3(2), 6.

Anas Muh, Made, P. I., Kedek, S. I., Kusman, & Diartama, A. (2022). Survei Kejadian Komplikasi pada Pasien dengan Tindakan Percutaneous Coronary Intervention. Nautical, ISSN: 2829-7466, 1(9), 1033–1041.

Andini, maulida sekar, & Trihartanto, m. ali. (2019). Penegakan Diagnosis Dan Pengobatan Optimal Kasus Stemi Anterior Dan Gagal Jantung. Ums. Publikasi, 1297–1314.

Berliani, I. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. H Dengan Diagnosa Medis Infark Miokard Akut (STEMI Anterior) Di Ruang Melati Rsud Bangil Pasuruan.

Damanik, C., Hardiansyah, K., & Njau, S. (2019). Pengalaman Perawat Dalam Melakukan Manajemen Nyeri Pada Pasien Sindrom Koroner Akut Di Ruang Iccu. Jurnal Medika : Karya Ilmiah Kesehatan, 4(1), 16–20. https://doi.org/10.35728/jmkik.v4i1.72

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2021). Profil Kesehatan Jawa Tengah 2021.

Idris, D., & Prawati, D. (2022). Kenyamanan Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien Infrak Miokard Akut. Jurnal Keperawatan, 14, 589–596.