Saturday, September 24, 2011

perawatan pasien Epilepsi



A. PENGERTIAN.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik.

B. ETIOLOGI.
1. Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
- trauma lahir
- trauma kepala
- tumor otak
- stroke
- cerebral edema
- hypoxia
- keracunan
- gangguan metabolik
- infeksi.

C. PATOFISIOLOGI.
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).

Secara Patologi :
Fenomena biokimia sel saraf yang menandai epilepsi :
1. Ketidakstabilan membran sel saraf.
2. Neuron hypersensitif dengan ambang menurun.
3. Polarisasi abnormal.
4. Ketidakseimbangan ion.



D. KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS.
1. Epilepsi Umum.
- Grand mal.
- Petit mal.
- Infantile spasm.
2. Epilepsi Jenis Focal / Parsial.
- Focal motor.
- Focal sensorik.
- Psikomotor.

Gejala :
1. Bangkitan umum :
- Tonik :  20 – 60 detik.
àkontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura).
- Klonik : spasmus  40 detik.
àflexi berseling relaksasi, hypertensi, midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.
- Pasca Serangan : aktivitas otot terhenti
klien sadar kembali
lesu, nyeri otot dan sakit kepala
klien tertidur 1-2 jam.
2. Jenis parsial :
- Sederhana : tidak terdapat gangguan kesadaran.
- Komplex : gangguan kesadaran.


Ad :
1. Grand mal (Tonik Klonik) :
- Ditandai dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
- Hilang kesadaran.
- Epileptik cry.
- Tonus otot meningkat  sikap fleksi / ekstensi.
à
- Sentakan, kejang klonik.
- Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan hypersalivasi.
- Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam.
- Pasien lupa, mengantuk dan bingung.

2. Petit mal :
- Hilang kesadaran sebentar.
- Klien tampak melongo.
- Apa yang dikerjakannya terhenti.
- Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.

3. Infantile Spasm :
- Terjadi usia 3 bulan – 2 tahun.
- Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.
- Kejang hanya beberapa fetik berulang.
- Sebagian besar klien mengalami retardasi mental.

4. Focal motor :
Lesi pada lobus frontal.

5. Focal Sensorik :
Lesi pada lobus parietal.

6. Focal Psikomotor :
Disfungsi lobus temporal.



E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
 Pemeriksaan laboratorium :
§
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
 Pemeriksaan EEG :
§
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).
 Pemeriksaan radiologis :
§
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak.
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.

F. KOMPLIKASI.
 Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang berulang.
§
 Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
§




G. PENATALAKSANAAN.
 Medik
§ :
a. Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor serebri, hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.
b. Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-RSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara berkala.

Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang :
- Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.
- Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.
- Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.
- Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.
- Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.

Bila menderita spasme infantil diberikan :
- Prednison dosisnya 2-3 mg/Kg BB/hari.
- Dexametasone, dosis 0,2-0,3 mg/Kg BB/hari.
- Adrenokortikotropin, dosis 2-4 mg/Kg BB/hari.
 Keperawatan :
§
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat bangkitan epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan psikososial , kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.

1. DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN.
 AKTIVITAS / ISTIRAHAT
§
Gejala : Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat .
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
 SIR
§KULASI
Gejala : Iktal : Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
 INTEGRITAS EGO
§
Gejala : Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau penanganan.
Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan.
Tanda : Pelebaran rentang respons emosional.
 ELIMINASI
§
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).
 MAKANAN / CAIRAN
§
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang.
Tanda : Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).
 NEUROSENSORI
§
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
Tanda : Karakteristik kejang :
Kejang umum.
Kejang parsial (kompleks).
Kejang parsial (sederhana).
 NYERI / KENYAMANAN
§
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati-hati.
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
 PERNAFASAN
§
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat; peningkatan sekresi mukus.
Fase postiktal : apnea.
 KEAMANAN
§
Gejala : Riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
Tanda : Trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.
 INTERAKSI SOSIAL
§
Gejala : Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya.
Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.

 PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
§
Gejala : Adanya riwayat epilepsi pada keluarga. Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk alkohol).

 PRIORITAS KEPERAWATAN
§
1. Mencegah / mengendalikan aktivitas kejang.
2. Melindungi pasien dari cedera.
3. Mempertahankan jalan nafas.
4. Meningkatkan harga diri yang positif.
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, dan kebutuhan penanganannya.

 TUJUAN PEMULANGAN
§
1. Serangan kejang terkontrol.
2. Komplikasi / cedera dapat dicegah.
3. Mampu menunjukkan citra tubuh.
4. Pemahaman terhadap proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

§ Resiko tinggi terhadap trauma / penghentian pernafasan berhubungan dengan perubahan kesadaran; kelemahan; kehilangan koordinasi otot besar atau kecil.
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Gali bersama-sama klien berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang.
Rasional : alkohol, berbagai obat dan stimulasi lain (seperti kurang tidur, lampu yang terlalu terang, menonton televisi terlalu lama) dapat meningkatkan aktivitas otak, yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.
- Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.
Rasional : mengurangi trauma saat kejang (sering / umum) terjadi selama pasien berada di tempat tidur.
- Tinggallah bersama pasien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
Rasional : meningkatkan keamanan pasien.
- Catat tipe dari aktivitas kejang (seperti lokasi / lamanya aktivitas motorik, hilang kesadaran, inkontinensia, dan lain-lain) dan berapa kali terjadi (frekuensi / kekambuhannya).
Rasional : membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena.



§ Resiko tinggi terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler; obstruksi trakeobronkial.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
- Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
Rasional : meningkatkan aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.
- Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada dan abdomen.
Rasional : untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi dada.
- Masukkan spatel lidah / jalan nafas buatan atau gulungan benda lunak sesuai dengan indikasi.
Rasional : jika memasukkannya di awal untuk membuka rahang, alat ini untuk mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendir atau memberi sokongan terhadap pernafasan jika diperlukan.
- Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.
- Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen.
Rasional : dapat menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.


 Gangguan harga diri / identitas diri berhubungan
§ dengan persepsi tidak terkontrol; stigma berkenaan dengan kondisi; ditandai dengan : takut penolakan, perubahan persepsi tentang diri, kurang mengikuti / tidak berpartisipasi pada terapi.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :

- Diskusikan perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukannya. Anjurkan untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : reaksi yang ada bervariasi diantara individu dan pengetahuan / pengalaman awal dengan keadaan penyakitnya akan mempengaruhi penerimaan terhadap aturan pengobatan.
- Identifikasi / antisipasi kemungkinan reaksi orang pada keadaan penyakitnya.
Rasional : memberikan kesempatan untuk berespons pada proses pemecahan masalah dan memberikan tindakan kontrol terhadap situasi yang dihadapi.
- Gali bersama pasien mengenai keberhasilan yang telah diperoleh atau yang akan dicapai selanjutnya dan kekuatan yang dimilikinya.
Rasional : memfokuskan pada asfek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan membentuk pasien mulai menerima penanganan terhadap penyakitnya.
- Diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
Rasional : kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien / orang terdekat dapat merasa berdosa atas keterbatasan penerimaaan terhadap dirinya dan stigma masyarakat. Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.

§ Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan, salah interpretasi informasi, kurang menginat, ditandai dengan : kurang mengikuti aturan obat, pertanyaan, kurang kontrol aktivitas kejang.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit dan perlunya pengobatan / penanganan dalam jangka waktu yang lama sesuai prosedur.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang ada sebagai sesuatu yang dapat ditangani dalam cara hidup yang normal.
- Tinjau kembali obat-obat yang didapat, penting sekali memakan obat sesuai petunjuk, dan tidak menghentikan pengobatan tanpa pengawasan dokter. Termasuk petunjuk untuk pengurangan dosis.
Rasional : tidak adanya pemahaman terhadap obat-obatan yang didapat merupakan penyebab dari kejang yang terus menerus tanpa henti.
- Anjurkan pasien untuk memakai gelang / semacam petunjuk yang memberitahukan bahwa anda adalah penderita epilepsi.
Rasional : mempercepat penanganan dan menentukan diagnosa dalam keadaan darurat.
- Diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, latihan yang cukup dan hindari bahaya alkohol, kafein dan obat yang dapat menstimulasi kejang.
Rasional : aktivitas yang sedang dan teratur dapat membantu menuurnkan / mengendalikan faktor-faktor predisposisi yang meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan koping yang baik dan juga meningkatkan harga diri.
§ Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan sel otak dan aktivitas kejang sekunder terhadap epilepsi.

RENCANA TINDAKAN / INTERVENSI :
- Ajarkan orang tua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
Rasional : memberikan gambaran tentang pola perkembangan anak sesuai dengan perkembangan di kelompok usianya.

- Observasi dan berikan kesempatan pada anak untuk memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan anak yang dapat dicapai dan membandingkan dengan pola perkembangan sesuai kelompok usia perkembangan.


DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.

Mansjoer,

DECOMPENSASI CORDIS


ASUHAN

PADA KLIEN DENGAN DECOMPENSASI CORDIS


1.      Konsep Medis
1)      Definisi
Decompensasi cordis adalah suatu keadan patologis, adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompah darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian ventrikel kiri. (Soeparman, 1998 : 975)
2)      Etiologi
(1)   Kelainan Mekanis
a.       Peningkatan beban tekanan
-          Sentral (Stenosis aorta dan sebagainya)
-          Perifer (Hipertensi sistemik)
b.      Peningkatan beban volume (Regurgitasi katup, pirau)
c.       Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau trikuspidalis)
d.      Tamponade perikardium
e.       Retriksi endokardium
f.       Anuerisma ventrikel
g.      Dis sinergi ventrikel
(2)   Kelainan Miokardium
a.       Primer
-          Kardiomiopati
-          Miokarditis
-          Kelainan metabolik
-          Toksisitas


b.      Kelainan dis dinamik sekunder (sekunder terhadap kelainan)
-          Kekurangan O2
-          Kelainan metabolik
-          Inflamasi
-          Penyakit sistemik
-          Penyakit paru obstruksi menahun
c.       Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi
-          Henti jantung
-          Fibrilas


4)      Manifestasi Klinik
Kriteria Diagnosis gagal jantung
Tanda dan gejala
1.      Mayor
a.       PND (paroxysmal nocturnal dyspnoe)
b.      Kardiomegali
c.       Gallop
d.      Peningkatan JVP
e.       Refluk hepatojugular
f.       Ronchi (akhir inspirasi)
2.      Minor
a.       Edema pergelangan kaki
b.      Batuk malam hari
c.       Dyspnoe on effort
d.      Pembesaran hati
e.       Efusi pleura
f.       Takikardi
Kelas fungsional menurut NYHA (New York Heart Association)
Kelas I       :  Tidak terbatas aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah sesak nafas / palpitasi
Kelas II     :  Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari menyebabkan lelah, palpitasi. Sesak nafas / angina
Kelas III    :  Aktivitas fisik sangat terbatas saat istirahat tanpa keluhan namun aktivitas kurang dari sehari-hari menimbulkan gejala.
Kelas IV    :  Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan. Gejala gagal jantung tibmul bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktivitas.



5)      Penatalaksanaan
Yang ideal adalah koreksi terhadap penyakit yang mendasari, akan tetapi sering tindakan ini tidak dapat dilaksanakan
Tujuan terapi gagal jantung :
Primer :
Meningkatkan kualitas hidup
Meningkatkan harapan hidup
Subsider :
Mengurangi keluhan
Meningkatkan kapasitas latihan
Mengurangi aktivasi neuroendokrine
Memperbaiki hemodinamik
Mengurangi aritmia
Pendekatan Penatalaksanaan pada Penderita Gagal Jantung Kongestif :
1.      Tentukan dan koreksi terhadap penyakit yang mendasari
2.      Mengendalikan faktor-faktor pencetus atau penyulit
3.      Tentukan derajat gagal jantung
4.      Mengurangi beban jantung (mengurangi aktivitas fisik dan berat badan)
5.      Memperbaiki kontraktilitas (fungsi) miokard
6.      Koreksi terhadap retensi garam dan air
7.      Evaluasi apakah ada kemungkinan dilakukan koreksi bedah
8.      Terapi medikal :
-          Kurangi beban jantung
-          Restriksi konsumsi garam
-          Restriksi air
-          Diuretika
-          Vasodilator / inhibitor ACE


Terapi gagal jantung terdiri atas :
1.      Terapi spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung (revaskularisasi pada PJK, penggantian katup untuk penyakit katup yang berat)
2.      Terapi non spesifik terhadap sindroma klinis gagal jantung

Dasar-dasar terapi Gagal Jantung Kongestif

Masalah
Terapi
Preload meningkat
Restriksi garam, diuretika, venodilator
Curah jantung rendah, tahanan vaskuler sistemik meningkat
Arteriolar dilator / inhibitor ACE
Frekuensi denyut jantung cepat
Fibrilasi atrial
Takikardia sinus

Tingkatkan blok Atrio-Ventrikuler
Perbaiki kemampuan ventrikel-kiri



LANDASAN ASKEP
1.      Pengkajian
              i.      Anamnesa
1.      Biodata : lebih sering pada orang tua
2.      Keluhan utama
Sesak nafas
3.      RPS
Dispneo pada istirahat atau pada pengerahan tenaga
4.      RPD
Penyakit paru menahun, hipertensi, IMA, angina pectoris, miokarditis, kelainan metabolik dan lain-lain
5.      RPK
Keluarga ada yang menderita hipertensi, PPOM
6.      ADL
a.       Pola Nutrisi
b.      Anoreksia, BB menurun karena intake menurun atau BB meningkat karena odema, asites terjadi pada gagal jantung kanan
c.       Pola aktivitas
d.      Ketidakmampuan dalam beraktivitas rutin dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari
e.       Pola istirahat tidur
f.       Kesulitan tidur karena sesak dan nukturia, menggunakan 2 s/d 3 bantal
g.      Pola eliminasi
h.      Perubahan pola BAK karena pengobatan deuretik dan perubahan aliran darah ke ginjal
7.      Riwayat Psiko Sosial dan Spiritual
Cemas karena sesak nafas dan penyakit kronis, kekhawatiran yang berlebihan, takut meninggal
            ii.      Pemeriksaan Fisik
1.      Cardiovaskuler
Tachicardi, bunyi jantung S3, gallop, aritmia atrium dan vertikel, distensi vena jugularis, mur-mur, pulse lemah
2.      Paru
Sesak napas, batuk non produktif
3.      Neurologi
Mudah tersinggung atau marah, gangguan memori, bingung
4.      Gastroentistinal
Distensi abdomen, mual, pembesaran hepar, nyeri di atas liver
5.      Renal
Penurunan urine out put
6.      Integument
Oedema, sianosis, clubing finger
7.      Muskuloskletal
Lemah dan tidak bertenaga, kekuatan otot menurun
          iii.      Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Serum elektrolit
b.      GDA
c.       Protombin time
d.      BUN
2.      Pemeriksaan foto thorak
Pembesaran jantung
3.      ECG
Hipertropi atrium dan ventrikel
4.      Eko Kardiogram
Ditemukan perubahan fungsi atau struktur katub, penurunan kontrak ventrikel
2.      Diagnosa yang Mungkin Timbul
(1)   Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard
(2)   Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 / kebutuhan
(3)   Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi gloumerulus
(4)   Resiko tinggi pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolus
(5)   Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama
(6)   Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi program pengobatan berhubungan dengan terulangnya episode GJK yang dapat dicegah
3.      Rencana Keperawatan
Intervensi
Diagnosa I
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardial
Kriteria :
(1)   Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal
(2)   Melaporkan penurunan episode dispnea
(3)   Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
Intervensi :
(1)   Catat bunyi jantung
R/  :  S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa
(2)   Palpasi nadi perifer
R/  :  Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, poplitea, dorsalis pedis.

(3)   Pantau tekanan darah
R/  :  Pada GJK dini, sedang / kronis tensi dapat meningkatkan sampai dengan SVR 
(4)   Panta haluaran urine
R/  :  Ginjal berespon menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium
(5)   Berikan sediaan O2
R/  :  Meningkatkan persediaan O2 untuk kebutuhan miokard dan melawan efek hipoksemia
(6)   Berikan obat sesuai indikasi
Deuretik : R/ : Mempengaruhi reabsorbsi natrium dan air
Vasodilator : R/ : Meningkatkan curah jantung
Captopril : R/ Untuk mengontrol kerja jantung
Diangosa 2
Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2
Kriteria :
(1)   Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri
Intervensi
(1)   Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas
R/  :  Hipotensi ortostatik dapat terjadi karena efek obat 
(2)   Catat respon cardiopulmonal terhadap aktivitas
R/  :  Penurunan miokard untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas
(3)   Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
R/  :  Menunjukkan peningkatan decopensasi jantung dari kelebihan cairan
(4)   Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri
R/  :  Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard
DAFTAR PUSTAKA


Dongoes, ME (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi ke 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

RSUD Dr. SOETOMO (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab / UPF Ilmu Penyakit Jantung, Surabaya.

Soeparman (1999), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Pustaka, Penerbit FKUI, Jakarta.

Sylvia Anderson (1994), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Alih Bahasa, Adi Dharma, Edisi II


3) Patofisiologi
GAGAL JANTUNG


 

Efektivitas aliran darah menurun
Perubahan hemodinamika gagal jantung kanan dan kiri
Penurunan cardicac output

Sekresi renin angio tensin meningkat

Vasokonstriksi
ginjal
Sekresi ADH meningkat
Rangsangan syaraf simpatis
Pengaktivan renin angiotensin
Hipertrofi ventrikel
Sekresi aldosteron meningkat
GFR meningkat





Rearbsorbsi NA pada tubuh distal
Rearb. Na & H2O pada tubuli proximal
Arbs. H2O pada tubuli distal meningkat


 



Peningkatan kontraksi dan vasokontriksi
Rearbsorbsi natrium
Peningkatan kebutuhan O2 miocard

Retensi ginjal
 H2O + Na







Volume plasma meningkat

Transudasi cairan





Edema





G3 fungsi pompa ventrikel kiri


Gangguan fungsi pompa ventrikel kanan
Curan jantung kiri menurun dan tek. Diastolik ventrikel kiri meningkat


Curan jantung kanan menurun dan tek. diastolik vent. kanan meningkat
Bendungan PD V. Pulmonal dan peningkatan tek dlm vena pulmonal

Bendungan pada atrium kanan dan peningkatan tek. dlm atrium kanan
Bendungan PD paru (edema paru)


Bendungan vena sistemik dan peningkatan tek. dlm vena sistemis (cava)
Bendungan pada arteri pulmonalis


Hambatan arus balik vena (venous retum) bendungan sistemis
Beban sistolik pada ventrikel kanan

EDEMA PERIFER